RESENSI BUKU
SUKA-SUKA
Akhirnya, selesai juga buku Cak nun
yang berjudul "anggukan ritmis kaki Pak kiai".
Padahal buku tersebut ku beli pada
waktu Bulan Puasa, eh baru kelar baca sampai tuntas kok ya sekarang.
Ya, maklumlah, dengan keterbatasan otakku memahami sesuatu, butuh kondisi yang
benar-benar fokus untuk dapat memahami tulisan-tulisan Cak nun yang tertuang
dalam buku "anggukan ritmis kaki Pak kiai" ini.
Bobot artikel dalam buku ini ringan-ringan berat. Ya bisa juga dibilang termasuk kategori berat-berat ringan. Haha. Ringan-ringan berat, berat-berat ringan? bagaimana maksudnya? Pokoknya intinya, butuh konsentrasi tingkat tinggi untuk dapat memahami maksud tulisan Cak Nun dalam buku ini. Butuh merenung atau berfikir cukup mendalam untuk memahaminya. Kalau hanya sekedar baca tapi nggak faham sindiran atau hikmah di dalam buku itu, buat apa? Ya nggak?
Bobot artikel dalam buku ini ringan-ringan berat. Ya bisa juga dibilang termasuk kategori berat-berat ringan. Haha. Ringan-ringan berat, berat-berat ringan? bagaimana maksudnya? Pokoknya intinya, butuh konsentrasi tingkat tinggi untuk dapat memahami maksud tulisan Cak Nun dalam buku ini. Butuh merenung atau berfikir cukup mendalam untuk memahaminya. Kalau hanya sekedar baca tapi nggak faham sindiran atau hikmah di dalam buku itu, buat apa? Ya nggak?
Haha ~alibi.com
Ada salah satu judul artikel yang ku
sukai dalam buku ini. Diantaranya adalah ukhwah Islamiyah, berendah hati dalam
istikharoh, anggukan ritmis kaki Pak kiai, dan artikel berjudul "hal wanita tampil". Sebenarnya
masih banyak juga topik-topik yang mengena dan mematri dalam hati,
tapi kalau ku tulis semua, bisa saja sama dengan menulis daftar isi nya.
Isi yang ingin ku bagikan kepada teman-teman semua tentang isi buku ini adalah sebuah artikel Cak Nun yang berjudul "Ukhwah islamiyah". Cak Nun memberikan gambaran tentang makna ukhwah Islamiyah yang mungkin berbeda dengan sudut pandang kita selama ini. Karena ukhwah Islamiyah tidak hanya tentang persaudaraan kita dengan sesama muslim. Ukhwah kita, alias persaudaraan kita, juga dengan non muslim. Wih!! Keren dan membuka cakrawala banget deh pokoknya buku ini.
Isi yang ingin ku bagikan kepada teman-teman semua tentang isi buku ini adalah sebuah artikel Cak Nun yang berjudul "Ukhwah islamiyah". Cak Nun memberikan gambaran tentang makna ukhwah Islamiyah yang mungkin berbeda dengan sudut pandang kita selama ini. Karena ukhwah Islamiyah tidak hanya tentang persaudaraan kita dengan sesama muslim. Ukhwah kita, alias persaudaraan kita, juga dengan non muslim. Wih!! Keren dan membuka cakrawala banget deh pokoknya buku ini.
Nah, sebagai gambaran lanjutan, coba
deh, baca salah satu ringkasanku tentang salah satu artikel yang berjudul
"hal wanita tampil" berikut ini.
"Ya. Wanita tidak boleh
tampil", kaya Kyai Sudrun.
"Kalau begitu, taruh saja wanita
di dalam almari atau kulkas, atau bungkus saja dalam karung!"
Mendengar tanggapan tersebut, Kyai Sudrun tertawa. Kemudian melanjutkan kalimatnya "Yang namanya WANITA TAMPIL itu adalah urusan manusia yang
menampilkan kewanitaannya. Kalau Benazir Bhutto berpidato, yang tampil adalah
kepemimpinannya, intelektualitasnya, prestasinya, fungsi sosialnya, dan bukan
kewanitaannya. Jadi maksud wanita dilarang tampil adalah dalam konteks wanita
tidak boleh menonjolkan benda-benda atau unsur-unsur kewanitaannya, entah itu
glasnost aurat, sensualitas, lenggak lenggok merangsang, atau bentuk ekspresi
kewanitaan apapun. Allah melarang wanita tampil, sebenarnya dengan maksud agar
kaum wanita tertantang untuk mensosialisasikan prestasi kemanusiaannya. Bukan
mensosialisasikan anasir seksualnya.
Hal itu dengan segala pertimbangan kebudayaan dan peradaban sehat. Soalnya kaum lelaki pasti senang melihat unsur kewanitaan ditonjol-tonjolkan. Namun lelaki yang punya fikiran tentang kesehatan rohani, kesehatan kultur, meletakkan kesenangan itu pada nomor dua puluh tujuh.
Lelaki yang sehat akal budinya, hidup bukan berdasar kesenangan, tapi kebaikan dan kesehatan." Pungkas Kyai Sudrun.
Hal itu dengan segala pertimbangan kebudayaan dan peradaban sehat. Soalnya kaum lelaki pasti senang melihat unsur kewanitaan ditonjol-tonjolkan. Namun lelaki yang punya fikiran tentang kesehatan rohani, kesehatan kultur, meletakkan kesenangan itu pada nomor dua puluh tujuh.
Lelaki yang sehat akal budinya, hidup bukan berdasar kesenangan, tapi kebaikan dan kesehatan." Pungkas Kyai Sudrun.
Nah, gimana menurut mu?
Bagus kan?
Artikel nya berat-berat ringan kan??
Atau Ringan-ringan berat?
Haha
Selamat membaca guys!