Inspirasi 1.
Dari nama sekolahnya, kita dapat mengetahui bahwa SMA Islam Al Azhar 14
merupakan sekolah yang berbasis keislaman. Dengan basis keislaman itu, sekolah
mencoba menumbuh kembangkan penghayatan dan amalan-amalan keislaman dalam
kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, rupanya tetap saja saya kagum kepada
anak yang memiliki niat masuk sekolahan ini untuk memperbaiki pengetahuan agama
dan meningkatkan keimanan serta ketakwaan. Keterkejutanku bermula saat kegiatan
masa orientasi sekolah, salah satu murid yang berpakaian seragam SMP pendek,
kaos lengan, dan jilbab kecil, setelah maju ke depan menyanyikan lagu “all
of me”, dia menyampaikan bahwa motivasi
masuk ke SMA yang sekarang adalah karena ingin belajar islam.
Hari demi hari, bapak ibu guru, sebagai rekan kerja saya, semakin dibuat
berdecak kagum karena dialah murid yang setelah jam pelajaran selesai, seringkali
maju ke depan dan menawarkan diri untuk membantu membawakan barang bapak ibu
guru ke ruang guru. Saya sendiri, ketika mendapatkan tawaran bantuan darinya,
terkadang saya terima, tapi tidak jarang pula saya tolak. Saya terima ketika
saya memang merasa butuh bantuan. Dan saya tolak ketika saya merasa saya bisa
membawanya sendiri. Atau bahkan, saya tolak dia membawakan barang, tapi saya
tidak menolak ditemani berjalan untuk kembali ke ruang guru. Hal ini mungkin bisa
menjadi hal yang biasa saja di sekolah negeri. Namun ini bukanlah hal yang
biasa di sekolah swasta seperti sekolah yang sedang menjadi tempatku mengabdi. Sekolah
yang rata-rata orang tua murid berasal dari keluarga yang tercukupi kebutuhan
hidupnya.
Tahun pertama, dia terlihat sangat manis dan baik hati. Tapi itu mulai
berubah ketika tahun kedua. Dia mulai menunjukkan sikap-sikap “aneh”nya. Mulai
bercanda dengan hal-hal yang aneh. Kenapa saya sebut “aneh”? karena dia mencoba
untuk bercanda namun bercandanya bukanlah hal yang lucu untuk orang lain. Sebagai
contohnya adalah saat jam istirahat dia masuk ke ruang guru, kemudian dia
keluar dengan menyalakan lampu dan
tiba-tiba lari begitu saja. Mungkin maksudnya dia pengen membuat bapak ibu guru
yang di ruang guru tertawa, namun itu malah terkesan dia kurang sopan. Contoh lain,
saat pelajaran yang perlu suasana kondusif, dia malah gaduh dalam jangka waktu
yang lama. Akhirnya? Bukan membuat orang lain tertawa, dia malah membuat orang lain
marah, sekaligus dimarahi oleh guru yang sedang mengajar. Begitulah, niat baik
saja tidak cukup, harus diikuti dengan tindakan yang baik dan tepat.
Di tahun ketiga, ke”aneh”annya makin menjadi. Namun di titik ini, rupanya
dia sudah banyak belajar kapan harus memunculkan ke”aneh”annya, dan kapan dia
harus menjadi manusia yang bersikap normal. Dan tentunya, di tahun ketiga ini,
dengan ke”aneh”annya itu, dia mampu menjadi mood booster buat teman-temannya
beserta bapak ibu guru, especially, me. Ketika teman-temannya kelelahan dalam belajar
dan mengejar cita-cita, dia menjadi orang yang mampu membuat lelah menghilang. Terimakasih sudah menjadi salah satu mood booster yang ampuh. Jadi,
begitulah dia, seorang murid yang mampu menjadi master of “mood booster”.
Siapakah murid yang saya maksud?