Monday, May 28, 2018

BUKU UBUR-UBUR LEMBUR


Resensi buku suka-suka
 
Resensi Buku Ubur-Ubur Lembur
Ubur-ubur lembur

Karya Raditya Dika. 2018. Gagas Media


Pernahkah kalian tidak mempercayai sesuatu sampai akhirnya hal itu terjadi pada kalian? Misalnya, tidak percaya akan adanya hantu sampai akhirnya mengalami kejadian yang membuka mata kita bahwa hantu itu benar-benar ada?Jika kalian pernah mengalami hal yang serupa dengan ini, maka tentu kita akan menertawakan diri sendiri ketika membaca buku nya Raditya yang terbaru dengan judul "ubur-ubur lembur".

Buku ini merupakan refleksi dari kehidupan Raditya Dika dari seorang pekerja kantoran yang tidak menemukan arti dalam pekerjaan nya, sampai menjadi seorang penulis yang sangat bahagia ketika pembaca melihat sebuah tulisan nya lebih dari yang dia maksudkan. Raditya menggambarkan seseorang yang bekerja tetapi tidak menemukan arti dalam pekerjaannya sebagai ubur ubur. Ubur-ubur yang lemah, lunglai, dan hidup mengikuti arus saja. Ubur-ubur yang bersedia lembur di kala orang-orang lain menikmati hiburan dalam hidupnya. Dan di buku ini, Raditya Dika mengisahkan perjalanannya dari ubur-ubur lemah lunglai, menjadi makhluk yang memiliki tulang belakang dan bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Tidak lemah lunglai.

Berbeda dengan buku-buku sebelumnya, seluruh tulisan di buku ini, merupakan kisah nyata dari pengalaman hidup Raditya Dika. Kisah nyata tersebut kemudian ditemukan makna dan sudut pandangnya, hingga akhirnya ditertawakan. Oleh karena itu, membaca buku ini mampu membuat kita kaya dengan pengalaman serta kaya akan sudut pandang. Yang akhirnya, kita bisa lebih bijaksana dalam menyikapi kehidupan.

Layaknya sudut pandang orang yang berbeda-beda, ada beberapa sudut pandang Raditya Dika yang tidak sepenuhnya saya sepakati. Meskipun ada yang tidak saya sepakati, saya masih memaklumi sudut pandang yang Raditya Dika kemukakan. Masih wajar dan normal. Tapi perbedaan sudut pandang inipun tidak banyak kok.

Over all, saya merasa buku ini penting untuk dibaca karena bisa menambah wawasan sudut pandang dalam memaknai sebuah kehidupan. Apalagi, Raditya Dika mengemukakannya dengan cerita yang renyah. Menertawakan kehidupan yang kita gelisahkan.

Selamat membaca!

Akankah kita memiliki pengalaman yang sama, terharu bahkan menangis ketika membaca tulisan dalam buku ini yang berjudul “di bawah mendung yang sama”?

Akankah kita memiliki pengalaman yang sama, tertawa terbahak-bahak ketika membaca tulisan yang berjudul “mata ketemu mata”?

Saya tunggu ceritanya!

Sekali lagi, selamat membaca.