Resensi buku suka-suka
Ubur-ubur lembur
Karya Raditya Dika. 2018. Gagas Media
Pernahkah
kalian tidak mempercayai sesuatu sampai akhirnya hal itu terjadi pada kalian?
Misalnya, tidak percaya akan adanya hantu sampai akhirnya mengalami kejadian
yang membuka
mata kita bahwa hantu itu benar-benar ada?Jika kalian pernah mengalami hal yang serupa
dengan ini, maka tentu kita akan menertawakan diri sendiri ketika membaca buku
nya Raditya yang terbaru dengan judul "ubur-ubur lembur".
Buku ini
merupakan refleksi dari kehidupan Raditya Dika dari seorang pekerja kantoran
yang tidak menemukan arti dalam pekerjaan nya, sampai menjadi seorang penulis
yang sangat bahagia ketika pembaca melihat sebuah tulisan nya lebih dari yang
dia maksudkan. Raditya menggambarkan seseorang yang bekerja tetapi tidak menemukan arti
dalam pekerjaannya sebagai ubur ubur. Ubur-ubur yang lemah, lunglai, dan hidup
mengikuti arus saja. Ubur-ubur yang bersedia lembur di kala orang-orang lain
menikmati hiburan dalam hidupnya. Dan di buku ini, Raditya Dika mengisahkan
perjalanannya dari ubur-ubur lemah lunglai, menjadi makhluk yang memiliki
tulang belakang dan bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Tidak lemah lunglai.
Berbeda
dengan buku-buku sebelumnya, seluruh tulisan di buku ini,
merupakan
kisah nyata dari pengalaman hidup Raditya Dika. Kisah nyata
tersebut kemudian ditemukan makna dan sudut pandangnya, hingga akhirnya
ditertawakan. Oleh karena itu, membaca buku ini
mampu membuat kita kaya dengan pengalaman serta kaya akan sudut pandang. Yang akhirnya, kita bisa lebih bijaksana dalam menyikapi kehidupan.
Layaknya sudut pandang orang yang
berbeda-beda, ada beberapa sudut pandang
Raditya Dika yang tidak sepenuhnya saya sepakati. Meskipun ada yang tidak
saya sepakati, saya masih memaklumi sudut pandang yang Raditya Dika kemukakan. Masih
wajar dan normal. Tapi perbedaan sudut pandang inipun tidak banyak kok.
Over all, saya merasa
buku ini penting untuk dibaca karena bisa menambah wawasan sudut pandang dalam
memaknai sebuah kehidupan. Apalagi, Raditya Dika mengemukakannya dengan cerita
yang renyah. Menertawakan kehidupan yang kita gelisahkan.
Selamat membaca!
Akankah kita memiliki
pengalaman yang sama, terharu bahkan menangis ketika membaca tulisan dalam buku
ini yang berjudul “di bawah mendung yang sama”?
Akankah kita memiliki
pengalaman yang sama, tertawa terbahak-bahak ketika membaca tulisan yang
berjudul “mata ketemu mata”?
Saya tunggu
ceritanya!
Sekali lagi, selamat membaca.