Bersyukurlah mereka yang memiliki orang tua yang tidak hanya melihat
perkembangan anak dari nilai akademis saja, tetapi juga melihat perkembangan
dari hal kecil lain di luar akademik. Bersyukur pula lah, sekolah jika bisa
bermitra dengan orang tua yang seperti itu. Orang tua yang turut mendukung
program sekolah, serta yang berterima kasih kepada sekolah atas program-program
yang dilaksanakan.
“Pada intinya, saya berterimakasih kepada Al Azhar. Dulu anak saya kalau
kita dekati saat dia sedang menyanyi sedikitsaja, dia langsung diam. Sekarang,
dia malah sudah berani tampil bernyanyi di depan umum.” Ungkap orang tua murid
kepada saya, saat saya berkunjung ke rumah murid untuk keperluan home visit.
Hati saya hangat ketika mendengar kalimat yang terucap dari orang tua
murid tersebut. Sebagai seorang guru yang baru mengajar setahun, dan di tahun
ke dua diamanahi sebagai wali kelas, saya merasa sangat bersyukur dipertemukan
orang tua yang tidak hanya menuntut ini itu kepada sekolah, namun juga
mengucapkan terima kasihnya kepada sekolah atas peningkatan anaknya dalam
kepercayaan diri. Menyenangkan bukan?
Jika orang tuanya saja sebaik itu, kira-kira bagaimana dengan anaknya?
Anaknya, alias murid yang sedang kuceritakan kepada kalian ini, juga memiliki
kebaikan hati yang tak jauh dari orang tuanya. Dia adalah murid yang tidak
hanya sekedar menghormati gurunya, tetapi menyayangi dengan tulus. Bukanlah
tipe seorang anak yang hormat terhadap guru jika di depan, dan ternyata
menggunjing di belakang. Bagaimana sayabisa menyimpulkan demikian? Karena murid
inilah yang melakukan deep conversation
malam hari dan akhirnya malah menangis sedih karena merasa tidak terima jika
ada yang menghina gurunya. Dia merasa bahwa bapak ibu guru yang mengajarnya,
adalah bapak ibu guru yang tulus mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan
muridnya. “Aku nggak tahu kenapa aku bisa sayang sama guru-guru, Bu” kurang
lebih begitu kalimat yang dikirimkan ke saya melalui pesan cepat. Sebenarnya,
saat membacanya, hati saya nya pun menghangat. Sama seperti ketika orang tuanya
mengucapkan terimakasih atas perubahan pada diri anaknya. Akan tetapi, suasana
haru itu berubah saat dia mengirimkan fotonya yang sedang menangis. Mungkin dia
melakukan itu biar saya percaya. Padahal tanpa itupun, saya juga sudah percaya
kok. Ada beda yang jelas, murid-murid yang tulus menyayangi, dengan murid-murid
yang hanya sebatas pencitraan saja. Interaksi guru dan murid di dalam
pendidikan, sejatinya bukan hanya interkasi transfer ilmu pengetahuan saja, akan
tetapi interaksi tersebut adalah interaksi batin yang berlangsung tidak hanya
satu atau dua hari, namun berlangsung cukup lama. Dan mana mungkin, dalam waktu
yang lama itu, interaksi batin tidak bisa mendeteksi antara yang tulus dengan
yang modus?
Jika di awal saya mengenal dia, orang tuanya berterimakasih kepada Al
Azhar, maka hari ini,ketika dalam beberapa jam lagi akhirussanah berlangsung,
maka ijinkan saya mewakili Al Azhar dan segenap bapak ibu guru beserta karyawan
Al Azhar, mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan kepada murid-murid,
termasuk murid ini. Terimakasih atas kepercayaannya telah memasukkan putrinya
ke sekolahan yang bapak ibu gurunya tak banyak memiliki pengalaman. Terimakasih
bersedia bertahan di Al Azhar untuk belajar bersama menjadi pribadi yang lebih
baik. Terimakasih atas balasan yang diberikan atas kasih sayang kami (bapak ibu
guru) kepada segenap murid beserta orang tua. Selamat atas prestasi yang
diraih. Semoga prestasi yang diraih bisa diikuti dengan prestasi-prestasi yang
lain. Akhirnya, kalimat terakir yang bisa terucap adalah “kami bangga!
makasih!”
Semarang, 12 Mei 2018
Vina House, tempat akhirussanah SMA Islam Al Azhar 14 digelar.
Dia adalah…… (klik aja)